Suatu refleksi setelah selesai Kursus Caretaker selama 3 bulan di Banyumanik.
“Jangan membawa apa-apa!” kata Bruder Andreas, CSA.
Suatu pesan pada ibadat perutusan tanggal 30 Oktober di Wisma Lansia Harapan Asri. Pesan yang disampaikan, jika dipikir secara manusiawi, sangat kejam dan keras. Maksud jangan membawa apa-apa adalah meninggalkan kekhawatiran dan ego. Tuhan Yesus berkata, ”Jangan kamu membawa bekal dalam perjalanan, jangan membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya” (Mat. 10:10).
Tuhan mempercayakan suatu misi kepada kita. Memenuhi misi kehidupan kita di dunia itu merupakan bagian penting dari hidup untuk kemuliaan Allah. Hal yang harus disadari dalam diri adalah harga yang harus dibayar untuk melaksanakan misi karena menuntut kesediaan untuk meninggalkan kehendak pribadi dan menerima kehendak Allah. Tuhan Yesus memanggil kita bukan hanya untuk datang kepada Dia, tetapi juga untuk pergi bagi Dia.
“Selama tiga bulan kalian berjuang dan berusaha belajar hal baru untuk menjadi bekal dalam berkarya di misi yang akan kalian jalankan. Jangan biarkan bekal menjadi basi dan rusak percuma!” pesan Bruder Andreas lagi. “Setelah di komunitas atau di tempat karya masing-masing, jangan sampai kalian mengatakan kami masih kecil, kami tidak pandai berbicara. Tuhan tidak membutuhkan kepandaian dalam berbicara, namun Tuhan sendiri telah menaruh perkataan-perkataan pada mulut kita. Keraguan yang ditunjukkan Yeremia pada saat dia diutus Allah, tentu semua kita juga mengalami hal yang sama,” lanjut Bruder Andreas dalam homilinya.
Pesan Bruder ini mengingatkan saya bahwa misi merupakan hak istimewa yang mengagumkan, meski juga merupakan tanggung jawab super besar. Dengan diutus bermisi, Allah memberi kita kehormatan yang luar biasa. Yesus telah menjamin keselamatan kepada kita. Ia mencurahkan Roh-Nya agar kita dapat menjalankan perutusan kita, apa pun itu, dengan baik.
Misi menjadi bermakna kekal, karena buahnya akan bertahan selamanya. Jika ingin dipakai oleh Allah, kita harus peduli dengan apa yang Allah pedulikan.
Sr. Theresia Dhodhi, M.C.