Yuk…. beri hati ke orang lain dengan mendengarkan….

Malam itu waktu makan malam bersama keluarga, Ani dengan antusias bercerita kepada orangtuanya tentang teman yang berulang tahun dan dirayakan bersama teman-teman sekelas. Ani juga bercerita tentang teman satu bangkunya yang sakit dan tidak masuk sekolah beberapa hari. Selain itu, tak lupa Ani juga dengan bangga menceritakan tentang nilai ulangannya yang cukup baik. Orangtua Ani mendengarkan dengan penuh kesabaran dan perhatian.

Cerita singkat di atas merupakan salah satu contoh bagaimana menjadi pendengar yang baik. Tidak semua orangtua mempunyai waktu untuk mendengarkan cerita anak-anaknya, ada yang acuh, tidak perhatian, atau menganggap apa yang diceritakan oleh anak-anaknya bukanlah sesuatu yang penting. Sikap seperti itu menyebabkan anak merasa enggan untuk bercerita lagi di lain kesempatan sehingga hubungan menjadi kurang harmonis. Dengan menjadi pendengar yang baik bagi anak, kepercayaan akan tumbuh dan terjalin lebih kuatlah ikatan emosional antara mereka.

Mungkin Anda pernah melihat orang yang, setelah bicara dengan Anda, wajahnya menjadi lebih cerah dan ceria. Itu berarti Anda sudah menolong orang itu mengurangi beban yang ada dalam dirinya. Dengan menjadi pendengar yang baik, kita menjalin tali persahabatan dengan orang yang kita dengarkan. Persabatan tidak hanya terjalin dengan banyaknya kata, tetapi juga dengan menjadi pendengar yang baik.

Untuk bisa menjadi pendengar yang baik serta tulus, diperlukan kerendahan hati dan kesabaran, kemauan untuk mengekspresikan antusiame, keseriusan, dan kesediaan memberi waktu untuk orang lain.  Orang yang merasa lebih tahu cenderung memotong pembicaraan karena dia merasa sudah tahu alur cerita serta sudah siap untuk membantah atau memberi komentar. Menjadi pendengar yang baik berarti mencurahkan perhatian, bukan hanya pada apa yang sedang dibicarakan, melainkan juga pada ekspresi emosi yang belum tentu keluar dalam bentuk kata, serta makna dari apa yang tidak terkatakan. Untuk itu diperlukan “keheningan hati”. Meluangkan waktu untuk mendengarkan orang lain merupakan salah satu langkah awal untuk menolong orang yang sedang putus asa dan kehilangan arah. Mendengarkan merupakan juga suatu bentuk pelayanan sehingga, dapat dikatakan, mendengarkan adalah suatu pernyataan kerendahan hati yang berbuah dalam pelayanan.

Mendengarkan bukan hanya soal banyaknya waktu yang kita berikan, namun tentang bagaimana orang lain merasa bahwa waktuku adalah waktunya: waktu untuk mengungkapkan padaku apa yang ia inginkan. Ia harus merasa bahwa aku mendengarkannya tanpa syarat, tanpa merasa diriku terhina, tanpa merasa diriku dipermalukan, dilukai, dan tanpa merasa lelah (Christus vivit no. 292).

Yesus adalah teladan utama dalam mendegarkan Bapa, yang merupakan wujud dari sikap kerendahan hati-Nya, kedekatan relasi-Nya dengan Bapa. Yesus mau taat, mau menjadi manusia dan merendahkan diri sampai wafat, bahkan sampai wafat di salib, demikian kata Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, karena itulah yang dikehendaki Bapa.

Bagaimanakah sikapku dalam mendengarkan suara Tuhan, mendengarkan anak-anak, suami, istri, teman, serta orang-orang yang datang kepadaku?

(Mendengarkan tidak hanya dengan telinga secara fisik, tetapi juga dengan telinga hati)

 

 “Beri waktu, waktu yang berkualitas,

yang mampu mendengarkan dengan sabar

dan penuh perhatian […].

(Paus Fransiskus)

 

Sr. Andrea Venty, M.C.

Tambahkan Komentar Anda