Tak terasa masa prapaspah sudah hampir selesai. Selama 40 hari kita berusaha berpantang dan berpuasa, mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak teratur, sembari melakukan silih dan karya amal.  Setelah mengakhiri pekan Prapaska V, kita akan memasuki Pekan Suci dimana, secara lebih khusus, kita merenungkan penderitaan Tuhan sebagai wujud dari kasih-Nya yang tiada batas kepada umat manusia. Bagaimana cara mengajak  atau mengajarkannya hal ini kepada anak-anak? Sr. Marselina Siu, M.C. sebagai Kepala TKK Santa Clara Surabaya dengan cara yang kreatif, menarik dan dengan bahasa anak-anak menerangkan tentang peristiwa Pekan Suci.

Minggu Palma.

Anak-anak berarak membawa daun palma dari TKK menuju ke Kapel sambil bernyanyi, “Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem…“ dengan penuh semangat. Sebelum berangkat menuju Kapel, Sr. Selly memberi penjelasan singkat: “Kita akan  mengikuti Yesus sebagai Raja yang naik keledai, bukan kuda atau binatang kuat lainnya sebagai lambang kerendahan hati dan kesederhanaan Yesus. Yesus tidak sombong meskipun Dia Raja, Dia mau naik keledai yang lemah dan jalannya pelan-pelan. Daun Palma yang sudah kita pakai ini, nanti kita letakkan di salib yang ada di rumah dan pada Rabu Abu tahun depan, daun palma ini akan kita bakar untuk kita pakai di dahi sebagai tanda awal puasa yang disebut dengan Rabu abu”.

Kamis Putih.

Hari berikutnya anak-anak diajak mendalami peristiwa Kamis Putih. Di sini pun Sr. Selly menjelaskan bahwa sebelum sengsara, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk makan malam bersama di tempat yang khusus, yaitu di ruang atas. Dalam makan malam ini Yesus membasuh kaki para rasul untuk mengajarkan cinta kasih dengan saling melayani satu sama lain. Anak-anak juga diajak untuk saling membasuh kaki teman-temannya. Mereka membawa ember dan lap. Ini merupakan hal baru bagi mereka. Mereka senang membasuh kaki teman-temannya.

Jumat Agung.

“Setelah makan malam kemarin, ada murid Yesus yang menjadi pengkhianat”, kata Sr. Selly. Spontan anak-anak berseru, “Yudas Iskariot!”. Sr. Selly menjawab, “Iya benar!” Pada waktu Yesus berdoa di Taman Zaitun, tiba-tiba ada serdadu yang menangkap Yesus, lalu Yesus disiksa, kemudian disalib di Golgota. Kita mencium salib sebagai tanda cinta kepada Yesus. Yudas mencium Yesus karena berkhianat, kita mencium Yesus karena cinta. Dengan berbaris rapi di Kapel, anak-anak maju ke depan untuk mencium salib Yesus.

Sabtu Suci.

Anak-anak menemani Bunda Maria dalam keheningan dan kesedihan yang diderita karena wafat Yesus. Yesus masuk ke tempat penantian dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. D isini anak-anak diajar juga untuk berdoa bagi orang-orang yang sudah meninggal, saudara-saudara, oma, opa atau mungkin orang tua mereka yang sudah meninggal.

Minggu Paska.

Setelah Yesus menderita dan wafat, kini Dia bangkit. Dari tempat penantian yang gelap, Yesus bangkit sebagai terang yang bercahaya dilambangkan dengan lilin Paska yang menyala. Sebelum prosesi, Sr. Selly juga menerangkan tentang arti gambar-gambar atau lambang yang ada di lilin Paska: salib, alfa, omega, angka yang menunjukkan tahun dan paku-paku lambang luka Yesus. Anak-anak sangat tertarik. Mereka diam, hening memperhatikan dan mendengarkan semua penjelasan dari Sr. Selly. Dan dengan semangat yang tinggi anak-anak bernyanyi “Kristus Cahaya dunia, syukur kepada Allah“.

 “Memang indahlah kerasulan dari setiap komunitas, beberapa suster di sekolah, membentuk anak-anak dan kaum muda menjadi warga negara dan penduduk dunia yang baik, agar dapat juga nantinya menjadi warga negara Surga yang baik pula “ (Beata Maria Ines)

 

Sr. Andrea Venty, M.C.

 

Tambahkan Komentar Anda