“Mas…..apa bisa minta tolong isikan saya formulir ini ya? Mata saya tidak bisa melihat, kacamata saya sudah kabur, sepertinya harus ganti tapi masih belum ada biaya.”
“Baik Pak, saya akan bantu isikan formulirnya, tapi apakah saya bisa pinjam KTP-nya?”
Lalu bapak itu menyerahkan KTP kepada anak muda yang ada di sampingnya dan si anak muda tersebut sesekali menanyakan sesuatu kepada si bapak sambil mengisi formulir yang ada di tangannya. Formulir itu adalah lembar isian yang harus diisi pasien ketika pertama kali berobat di Poliklinik. Setelah selesai mengisi formulir tersebut, anak muda tadi menyerahkan kepada si bapak dengan senyum puas, suatu senyum kepuasan karena bisa menolong orang lain.
Setelah menerima formulir dari anak muda tadi, si bapak itu pun menyerahkan formulir kepada petugas untuk dilanjutkan proses pendaftarannya.
Begitulah percakapan yang terjadi di sebuah Poliklinik kesehatan. Suatu pemandangan kasih dan persahabatan yang indah. Mereka berdua sama-sama pasien yang sedang berobat untuk memperoleh kesembuhan, tetapi yang menarik adalah mereka berasal dari tempat dan latar belakang yang berbeda. Mereka juga tidak mengenal satu sama lain, tapi mempunyai tujuan yang sama yaitu kesembuhan dari suatu penyakit.
Dari kisah di atas ada beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran untuk hidup bersama dalam damai.
Kerendahan hati dan keterbukaan dari si bapak untuk meminta tolong kepada anak muda yang ada di dekatnya meski pun mereka belum saling mengenal.
Kepercayaan si bapak menyerahkan KTP tanpa ada rasa curiga kepada anak muda itu.
Kesiapsediaan anak muda untuk menolong orang lain yang bisa jadi itu menyita waktunya, apalagi sebelumnya dia kelihatan sedang sibuk dengan handphone-nya.
Demikianlah dalam kehidupan ini, keakraban, kedamaian serta persahabatan akan terwujud jika ada kerendahan hati, kepercayaan, keterbukaan, kasih satu dengan yang lain, serta tidak ada rasa curiga.
Bayangkan seandainya si anak muda curiga pada bapak tadi. Misalnya dia punya pikiran: jangan-jangan bapak ini bohong, jangan-jangan nanti saya ditipu, atau pikiran negatif lainnya. Pasti suasana akan menjadi lain. Bukan berarti kita harus menghilangkan sikap waspada dan berhati-hati, karena itu pun perlu. Namun hendaknya digunakan dengan bijaksana.
Kerendahan hati yang sejati, berbuah perdamaian dan persahabatan.
Sr. Andrea Venty, M.C.