“Ya… Lihat pohon jeruk itu,” ujar kami hampir berbarengan, saat melihat pohon jeruk yang berbuah lebat, namun buah jeruknya masih muda-muda itu dalam posisi horizontal, sebagai imbas dari hujan angin.

            Siang itu, tepatnya tanggal 11 November 2024, sekitar pukul 14.00, kami tiba di komunitas Ngawi, untuk mengantar seorang suster, sambil sekalian mengunjungi para suster yang berkarya di komunitas Ngawi. Di sana, karya kerasulannya di bidang kesehatan, yakni Klinik Pratama Santa Maria Guadalupe. Di sana tinggal tujuh orang suster, yang tiga di antaranya sudah lanjut usia dan hanya berbaring di tempat tidur dengan kondisi fisik yang semakin terbatas.

            Suasana sukacita perjumpaan dan persaudaraan tampak terpancar. Kami bersenda gurau dan tak lupa berdoa bersama bagi para suster tersebut. Setelah mengunjungi kamar masing-masing ketiga suster, kami menuju ke luar untuk bersiap melanjutkan perjalanan menuju ke Surabaya.

            Namun, di luar kami bertemu dengan salah satu pegawai klinik, bernama Pak Endras. Kemudian, kami mengutarakan niat untuk dapat menegakkan kembali pohon jeruk yang tumbang. Lalu ia berkata, “Agak sulit, sebab pohonnya berbuah lebat dan akhir-akhir ini curah hujan tinggi dan disertai angin kencang.” Tetapi salah seorang ada yang berkata, “Kebetulan nih ada tujuh suster yunior, siapa tahu mereka bisa membantu.”

            Tiba-tiba Pak Endras bergegas pergi untuk mengganti pakaian seragam dinasnya dengan kaos, dan datang sambil membawa kayu penyangga. Kami bertujuh pun menuju ke tempat pohon jeruk berada, lalu berusaha untuk menegakkannya, sambil mencoba menarik pohon jeruk itu, walaupun tebersit keraguan apakah usaha kami akan berhasil.

            Ternyata terlihat ada pergerakan dari pohon jeruk itu dan kami pun makin semangat. Kebetulan pohon jeruknya memiliki banyak dahan, sehingga memudahkan kami untuk bersama-sama menarik, setiap orang satu dahan. Di saat posisi pohon sudah kira-kira 45˚ dan ada yang berusaha untuk mendorongnya, tiba-tiba kami mendapat serangan dari semut-semut hitam yang berada di pohon jeruk itu. Sepertinya, gerombolan semut itu tidak menyangka ada yang mengusik keberadaan mereka, demikian halnya dengan kami.

            Perlahan dan pasti, kami berhasil menegakkan pohon jeruk. Pak Endras yang sudah siaga dengan kayu penyangga, segera memasangnya dan beberapa dari kami mengambil batu guna menutup lubang, yang juga berfungsi sebagai penahan agar pohon dapat tegak sempurna. Setelah memastikan semuanya terpasang dengan baik, kami pun mencoba untuk melepaskan tangan kami satu per satu dari pohon jeruk, sambil tetap siap siaga untuk kemungkinan buruk yang dapat terjadi.

            Ternyata… usaha kami berhasil! Kami bersorak gembira. Keraguan kami tidak terbukti. Serangan semut hitam bahkan ada yang masuk ke dalam pakaian, serta cucuran peluh, semuanya berganti dengan sukacita besar.

            Demikianlah di dalam kehidupan bila kita bersatu padu, bekerjasama, saling membantu dengan segenap kemampuan yang kita masing-masing miliki, serta dilakukan dengan ketulusan hati. Segala sesuatu yang nampaknya sulit, akan dapat teratasi dan terselesaikan.

Sr. Lidwina Oktaria Kartika, M.C.

Tambahkan Komentar Anda