“Ampunilah, Dan Kamu Akan Diampuni!”, mengampuni adalah langkah menuju keselamatan kekal.
Sampai berapa kali kita harus mengampuni…? Tujuh kali tidaklah cukup, melainkan harus tujuh puluh kali tujuh kali; atau dengan kata lain tak terbatas. Perikop injil Matius 18:21-35 menceritakan pentingnya mengampuni dan berbelas kasih kepada sesama, karena kita semua telah menerima belas kasih dan pengampunan dari Tuhan. Namun, kita hanya dapat mengampuni sesama kita dengan segenap hati, kalau kita bekerjasama dengan rahmat Allah. Perikop ini ingin mengajarkan kita bahwa belas kasih merupakan esensi dari Injil dan kekristenan (Paus Yohanes Paulus II, Dives in Misericordia, 14).
Beata Maria Ines dalam tulisannya mengatakan demikian: “Bila satu teguran kubalas dengan satu senyum yang manis, bila aku menerima satu perbaikan dengan rendah hati dan tulus, dengan menganggap bahwa mereka ada alasan untuk melakukannya kepadaku; bila pada saat aku menawarkan diri untuk melaksanakan suatu pelayanan, jauh daripada diterima, aku ditolak dengan ironi; bila aku dipandang sebagai seorang yang tak berguna di dalam komunitas; bila karena diijinkan oleh Engkau, Allahku, aku senantiasaa merasa diri dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat; bila pada setiap hal yang kukatakan, aku dibalas dengan senyum yang menghina, mengejek, bila semuanya membuat aku susah, membantah aku, dan seterusnya, saat itu ya Yesusku, meskipun hatiku berdarah, bila bibirku tidak terbuka untuk mengeluh, dan aku menerima semua dengan mengampuni semua demi cinta kepada-Mu, Yesus, aku dapat merasa bahwa bukan saja Engkau akan mengampuni kekurangan-kekurangaku sendiri, tetapi juga bahwa Engkau akan tetap menguatkan jiwaku untuk meneruskan dari kemenangan ke kemenangan, sampai dengan bantuan rahmat-Mu aku mencapai puncak kesempurnaan injili. Puncak yang akan dicapai dengan merendahkan diri dan mengecilkan diri terus menerus; dengan keinginan tetap untuk menjadi bukan apa-apa, menjadi tak berarti; karena terus menerus berusaha untuk bersembunyi dari pandangan manusia, supaya diterangi oleh pandangan yang menembus dari Allah yang hidup” (Catatan Pribadi, Studi dan Meditasi Beata Maria Ines)”
“Dosa merupakan tempat kita bertemu dengan belaskasih Allah yang tanpa batas; di sana disatukan antara kehinaan dan belaskasihan, di sana disatukan kedua jurang itu, di sana diberikan cium kedamaian” (Beata Maria Ines). Ampunilah kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami (Doa Bapa Kami). Mengampuni sesama adalah perwujudan dari kasih kita kepada Allah. Jika kita mempunyai kebencian dan sungguh sulit untuk melepaskan diri dari dosa ini, maka marilah kita bersama mohon rahmat Allah agar hati kita dapat diubah; dan biarlah contoh pengampunan Allah yang diwujudkan dalam misteri Paskah Kristus dan teladan dari Beata Maria Ines, dapat memberikan kepada kita model yang harus ditiru.
Pengampunan yang dituntut oleh Allah bukan hanya pengampunan yang dangkal, namun pengampunan dengan segenap hati, yang berarti harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Yesus meminta kita mengampuni seperti perumpamaan raja yang murah hati dalam membebaskan hamba yang berhutang banyak kepadanya. Yesus mengajarkan bahwa sikap keikhlasan untuk selalu mau mengampuni sesama kita, sekiranya menjadi tolok ukur dan karakter khas sebagai murid-Nya. Kalau kita tidak mau mengampuni orang lain, maka kita pun tak akan mendapatkan pengampunan dari Tuhan. Dengan demikian, hidup kita pun akan tetap mengalami sakit. Hati yang sakit itu bagaikan bangunan yang bisa runtuh karena dimakan ngengat atau pergantian cuaca yang ekstrem, karena ketahanan diri semakin melemah.
Tuhan tidak menghukum, melainkan mengampuni: “Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yun. 4:11). Kasih Allah yang sejati, juga tampak dalam diri Yesus yang senantiasa mengampuni, bukan menghukum. Peristiwa kasih dan pengampunan Allah ini banyak diceritakan dalam Injil. Yesus mengajarkan dan melakukannya secara nyata. Ia mengasihi orang berdosa dan meminta mereka untuk bertobat, agar tidak melakukan perbuatan dosa lagi. Itulah kasih Allah yang sejati, tidak menghukum melainkan mengampuni.
Sebagai anak-anak Allah, kita harus berani tampil beda. Jika kita melihat bagaimana kehidupan dan ajaran Yesus, mungkin kita akan melihat ajaran yang selalu bertolak belakang dengan prinsip dunia. Di sinilah Yesus inginkan agar kita menemukan apa yg menjadi nilai prinsip dasar ajaran-Nya. Dalam setiap tindakan-Nya, Yesus selalu menampilkan kasih. Kasih selalu akan membuahkan damai, sukacita dan keselamatan (bdk. Gal 5:22).
Maukah kita tampil beda? Menjadi anak-anak Allah dengan tindakan kasih yang nyata, dengan mau mengampuni?
Sr. Felisia Ketut, M.C.
1 Comment
Chatarina Suci A.
Maknanya sangat mendalam karena kata *mengampuni* tidak hanya sekedar diucap dibibir saja akan tetapi harus seiring keikhlasan hati yang paling dalam.
🙏