“Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itulah ibadatmu yang sejati” (Rm. 12:1)

Pemberian  hidup seutuhnya itu ibarat lilin yang bernyala. Semakin lilin itu menyala, semakin habis hidupnya untuk menerangi sekitar. Meskipun nyala lilin itu kadang redup hampir mati, tapi masih berusaha berjuang untuk tetap menyala.  Prinsip yang sama bisa kita terapkan ketika kita mau supaya terang dan kemuliaan Tuhan semakin menyala dalam hidup kita. Harus ada yang dibakar, dikorbankan, dipersembahkan.

Santo Paulus mengajarkan pada kita untuk mempersembahkan tubuh kita pada Tuhan. Itu berarti kita harus membakar kedagingan supaya hidup kita bukan kita lagi tetapi Kristus yang tinggal di dalam kita. Untuk mencapai kemajuan yang ingin kita capai  berarti rela memeluk dan memikul salib, menjadi pribadi yang siap sedia, tangguh dan kuat untuk melayani, ikut serta dalam karya keselamatan Yesus. Kurnia ini harus dimaknai dalam hidup sehari-hari, untuk menjadi pewarta-pewarta di zaman ini, dimana banyak rintangan, tantangan, dan terlebih tantangan melawan diri sendiri yang ternyata tidak mudah. Tetapi penyangkalan diri yang dibuat dengan cinta, merupakan korban yang menguatkan jiwa, dan berubah menjadi mata uang bagi jiwa-jiwa.

Dalam Injil Lukas 9:23, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib setiap hari dan mengikut Aku”. Hendaklah kita tidak membuang kesempatan untuk mempersembahkan rasa takut, kelemahan, kekurangan diri sendiri, untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi surga, dengan istilah kurban tersembunyi.  Agar Tuhan menerima persembahan hidup ini, marilah kita mohon agar Tuhan berkenan menjaga, jangan sampai kobaran semangat penyerahan diri kita menjadi padam.

Beata Maria Ines dalam tulisannya: “Biarawati Misionaris Claris gembira melihat hidupnya terbakar habis ditengah-tengah pekerjaan, segala macam penderitaan tetapi dengan membawa di dalamnya kegembiraan yang manis dari orang-orang pilihan Tuhan, dari mereka yang dicintai-Nya, dipilih-Nya, dia ingin mengakhiri kurbannya dalam bentuk kematian yang Tuhan sudi memberinya, dengan pasrah total dalam pangkuan ke-Bapaan-Nya”. Karena itu, kita ikut memikul salib-Nya dan melayani untuk membagikan kasih-Nya serta memuliakan nama-Nya. Maka, mari kita bawa nyala lilin keluar kepada orang-orang di sekitar kita, kita hadirkan Yesus yang penuh belas kasih bagi mereka yang kita layani dalam misi yang Tuhan percayakan kepada kita.

Karena hidup ini adalah kesempatan, hidup ini untuk melayani Tuhan, maka jangan sia-siakan waktu yang Tuhan beri, hidup ini hanya sementara.

Sr. Maria Magdalena Sri Meiningsih, M.C.

Tambahkan Komentar Anda