Lawang, 30.06.23
Di dekat pintu kamarku ada sekantong besar bunga pinus kering yang kami pungut dari belakang kamar kemarin siang. Terinspirasi untuk membuat kandang natal 2023 berbahan bunga pinus, aku pun mulai memikirkan tempat di mana aku bisa mendapatkannya, dan itu terjawab ketika pekan ini kami retret di Lawang. Sebenarnya aku lupa dengan ide itu, tetapi kemarin siang ketika selesai makan kami jalan-jalan mengunjungi Gereja Jago di dekat rumah retret, aku melihat bunga pinus kering di jalan samping gereja. Sejenak aku teringat akan rencana untuk membuat kendang natal berbahan bunga pinus kering, maka ketika pulang dari gereja, aku pun memungutnya, meski hanya sedikit yang kuperoleh.
Ketika tiba di rumah retret, aku baru sadar karena ternyata di situ banyak sekali bunga pinus kering yang jatuh di halaman depan, dan bahkan 2 hari sebelumnya, karyawan rumah retret menebang pohon pinus yang ada di belakang kamar tidur kami. Tanpa menunggu lama aku bersama kedua susterku menuju tumpukkan ranting pohon untuk mencari bunganya yang kering. Tak membutuhkan waktu lama, kami bisa mengumpulkan 1 kantong besar yang kemudian kuletakkan di dekat pintu masuk kamar tidurku.
Pagi ini, ketika hendak keluar dari kamar untuk mengikuti konferensi pagi, mataku tertuju pada kantong besar berwarna merah itu. Dalam hati, aku bergumam:
“Bunga pinus adalah bunga kering yang jatuh, terbuang di pinggir jalan, tidak diperhatikan orang bahkan mungkin diinjak dan bahkan ada beberapa yang terlindas roda kendaraan. Yang di belakang kamar pun, terbuang begitu saja, tidak ada yang memungut, tidak ada yang membutuhkan, bahkan mungkin tidak ada yang peduli. Tapi aku memungutnya dan akan kugunakan untuk membuat kandang Natal pada bulan Desember nanti. Ah, ini kan benda buangan, benda yang tidak ada harga, benda yang tidak dipedulikan orang, kok aku mau pakai ini untuk membuat kandang Natal untuk Yesus yang adalah Raja Semesta Alam, Tuhan dan Juru Selamat…?
Aku pun tetap melanjutkan perjalanan menuju ruang pertemuan. Sejenak pikiranku melayang ke natal tahun-tahun sebelumnya, di mana setiap tahun hampir selalu ada gereja atau kelompok orang muda yang membuat kandang Natal dari barang bekas. Sejenak, aku protes: “Kok bisa ya, kita beri barang bekas yang, nota bene, sudah tidak laku, atau tidak dibutuhkan lagi untuk Yesus? Kurang ajar nggak sih?”
Aku sudah tiba di ruang pertemuan dan menempati tempat duduk yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Kubuka buku notesku dan kugoreskan cerita ini. Cerita “barang bekas untuk Yesus”.
Pastor pembimbing retret kami sudah mulai mengawali konferensi pagi ini dengan menyapa kami. Aku hanya mendengarnya tanpa memperhatikan karena pikiranku masih sedang berkelana, entah mencari alasan untuk membenarkan atau mengakui diri sebagai manusia yang tak tahu balas budi. Dan tiba-tiba cliiiingggg… otakku sejenak berdiri tegak dan dengan mantap dia bersuara: Yesusmu adalah Tuhan, Raja Cinta. Dia tidak peduli berapa harga benda yang engkau pakai, seberapa penting nilai guna benda itu, atau seberapa indah benda itu, yang Yesus harapkan hanyalah seberapa besar ketulusanmu dalam mengerjakannya, dan seberapa banyak cinta yang kauletakkan dalam kandang itu nanti. Karena Dia adalah Allah yang melihat hati, bukan Allah yang melihat rupa (bdk. 1 Sam 16:7).
Sr. Marselina Siu, M.C.