Bulan Juni 2022, ada penerimaan komuni pertama di daerah kami. Itulah saat yang menjadi pengalaman berkesan dalam perjumpaanku bersama para Suster Misionaris Claris di Wudu. Siang hari ketika aku sedang duduk dengan beberapa teman, datanglah beberapa suster Misionaris Claris dan aspiran untuk memberikan ucapan kepada anak yang menerima komuni pertama.
Suster Ella, M.C. menghampiri dan menyapaku, kemudian memperkenalkan aku sebagai adik dari Sr. Tere Dhodhi, M.C. kepada para suster lainya. Nampak jelas di wajah mereka raut heran dan kaget akan penampilanku saat itu yang berpakaian sedikit tidak rapi, tomboy dan berambut ‘gimbal’.
Sr. Ella memintaku untuk pergi ke biara dan melukis di sana. Di biara, ketika berjumpa dengan Sr. Ella, ia menyampaikan pertanyaan yang bagiku sangat mengejutkan namun membuatkan berefleksi lebih dalam. “Apakah kamu ingin menjadi suster?” Dengan agak ragu aku menjawab, “Saya pertimbangkan dulu, Suster“. Ketika saya berada di biara, saya sungguh merasakan pengalaman baru dan menyejukkan. Sambil melukis, saya mendengarkan para suster melantunkan doa dan nyanyian di kapel yang letaknya tidak jauh dari tempat aku melukis. Ada rasa damai, tenang dan keinginan untuk bergabung dalam doa bersama, namun ada rasa takut dan bimbang. Teringat lagi pertanyaan yang disampaikan oleh Sr. Ella namun hatiku bergejolak. “Mana mungkin seorang Novi yang berpenampilan tidak rapi, tomboy, rambut gimbal, bisa menjadi seorang biarawati, rasanya mustahil sekali.”
Beberapa hari berlalu, di saat sedang berbincang dengan mama dan bapak, saya bertanya dengan sedikit was-was,“Bapak, Mama… apakah saya boleh masuk biara?”. “Tentu saja boleh! Apa pun keputusan kamu, kami, sebagai orangtua mendukung apa yang kamu mau, jika hal itu membuat kamu lebih baik”, jawab mereka dengan raut wajah kurang yakin terhadap pertanyaan yang aku lontarkan.
Pada kesempatan lain lagi ketika aku datang ke biara untuk melukis, Sr. Ella menepuk pundakku sambil melontarkan pertanyaan yang sama. “Apakah kamu mau jadi suster?” Aku langsung menjawab tanpa ragu, ”Iya, suster saya mau!”.“Kalau begitu, besok kamu datang lagi, tapi ini rambut gimbal harus dirapikan dulu”, kata suster kepadaku. Setelah mendengar ucapan Sr. Ella, saya merasa senang dan terharu bercampur jadi satu, ada rasa bahagia yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah sampai di rumah, tiba tiba saja aku meneteskan air mata dan bergumam dalam hati: “Kenapa kamu menangis? Novi, ini kesempatan kamu!.Kamu bisa! Kamu bisa! Yakinlah Tuhan selalu ada untuk kamu! Berhentilah meneteskan air mata!”, kataku menyemangati diri sendiri.
Malam pun tiba. Setelah makan malam, aku membuka rambut yang gimbal agar nampak lebih rapi. Keesokan harinya, ketika akan berangkat ke Wudu, bapak dan mama heran melihat penampilanku yang sudah berubah, dan nampaklah di wajah mereka rasa ragu dan kurang yakin dengan pilihanku.
Aku kini sudah berada bersama para suster di biara. Aku menemukan hal-hal baru, aku menemukan diriku yang sebenarnya. Di sini, aku merasa bahagia karena kebersamaanku dengan teman-teman yang selalu saling menyemangati. Mereka membantuku untuk lebih mengenal diri, menjadi lebih percaya diri dan menemukan bakat yang selama ini masih aku pendam, yakni bakat melukis dan menyanyi. Dalam refleksi, aku menemukan bahwa anggur yang baru harus disimpan dalam kantong kulit yang baru pula, demikianlah aku juga harus berani meninggalkan cara hidupku yang lama untuk hidup dalam pilihan hidupku yang baru.
Terimakasih Tuhan untuk anugerah ini, mampukanlah aku untuk selalu mulai yang baru untuk lebih mengasihi-Mu seumur hidupku. Amin .
Maria Fontain (Novi), Aspiran Suster MC