Bersyukur di saat yang menyenangkan sungguh amat sangat mudah dilakukan namun jikalau diajak bersyukur di saat yang sulit dan berat tentu membutuhkan waktu untuk sampai pada ungkapan kepasrahan dan ucapan syukur yang tulus.

Dalam konteks kemartiran sebagai seorang yang terpanggil, ungkapan syukur mestinya menjadi disposisi batin yang tetap. Mengapa demikian? Karena hidup batin selalu dinutrisi oleh hidup doa pribadi dan komunitas. Lalu mengapa kadang muncul keluhan-keluhan ketika sedang dalam situasi sulit? Mengapa masih muncul juga keraguan dalam mengambil keputusan? Dalam pengalaman harian, kita belajar bahwa di balik peristiwa yang sulit pasti ada ungkapan syukur yang dapat kita lantunkan.

Teringat pengalamanku beberapa tahun silam, ketika dalam sebuah perjalanan dari Maumere menuju Wudu. Perjalanan di mulai pada pagi hari, namun ada beberapa hambatan, mulai dari kendaraan mengalami kerusakan sehingga saya harus berpindah kendaraan lain yang hanya sampai di Ende, dan selanjutnya untuk sampai ke Wudu, saya harus mencari kendaraan yang lain lagi. Karena hal ini, maka saya memperkirakan waktu tiba di Ende adalah malam hari dan yakin bahwa saat itu tidak ada lagi kendaraan menuju Wudu, maka saya akan harus menginap di Ende.

Selama perjalanan, ada rasa khawatir, rasa gelisah dan takut. Apa yang akan saya lakukan kalau kendaraan menuju Wudu sudah tidak ada? Banyak pertanyaan yang mengitari pikiranku. Namun dalam hati tidak henti-hentinya saya selalu mendaraskan doa-doa pendek : Hati Kudus Yesus, aku percaya pada-MU, Beata Maria Ines, doakanlah kami.

Akhirnya saya tiba di Ende pukul 18.00 WITA dan terminal Ndao-Ende sudah begitu sepi. Namun saya mencoba turun juga. Tiba-tiba ada satu keluarga yang sedang lewat akan menuju Boawae. Mereka bertanya kepada saya dan menawarkan tumpangan. Ada rasa syukur dan bahagia karena ada jalan keluar dalam situasi sulit.

Ketika dalam perjalanan bersama keluarga itu, saya bertanya tentang apa yang mereka lakukan? Lalu ibu itu mengatakan bahwa mereka sudah berniat akan ke Boawae sejak jam 15.00 WITA. Namun mereka sendiri juga tidak menyadari bahwa mereka hanya duduk-duduk saja dan seperti enggan untuk berangkat ke Boawae, dan tanpa terasa mereka berada di tempat itu selama 3 jam, waktu yang sangat lama hanya untuk duduk santai. Ibu mengatakan, “Mungkin karena suster berdoa, maka Tuhan mengaturnya demikian”. Ada rasa bahagia, syukur atas pengalaman dalam peristiwa ini.

Ketika mengalami saat-saat sulit, kita selalu berdoa mohon pertolongan Tuhan, tapi tanpa kita sadari ada rasa ragu dalam hati, kita tidak sungguh-sungguh memohon karena tetap ada rasa khawatir dan takut.

Ya Tuhan kuatkanlah selalu imanku, tambahkan selalu kepercayaanku, agar aku selalu tinggal dalam kepercayaan kepada-Mu. Amin

Sr. Petronela Dhiu, M.C.

Tambahkan Komentar Anda