Bali sungguh mempesona, kaya akan panorama pantai, gunung, dan budaya yang indah. Batur, Kintamani, dan Agung menjulang megah di pulau seribu Pura ini. Suara ombak Pantai Sanur, Kuta dan Jimbaran sungguh menentramkan jiwa. Siapa yang tak merasa damai di bentangan alam ini. Rasanya tak ingin beranjak menjauh dari suasana ini, namun tetapi tidak denganku yang baru memulai masa pendidikan di tempat ini. Di saat banyak yang merasakan surga di pulau ini, sebaliknya aku merasakan kegundahan tersendiri. “Tidak, ini bukan tempatku yang sebenarnya!”, gumamku dalam hati.
Namaku Candy. Jika diterjemahkan dari Bahasa Inggris, Candy berarti permen atau gula-gula. Tingkah lakuku sesuai dengan namaku, cukup manis kepada semua orang. Tak heran aku cukup mudah memiliki banyak sahabat di tanah perantauan ini.
Kebahagiaan dalam melewati hari-hari perkuliahan dan disibukkan dengan berbagai aktivitas akademik selalu mewarnai hari-hariku. Namun, itu semua tak membuat aku bertahan di bangku kuliah ini. Keinginanku untuk pulang dan keluar dari masa-masa indah kuliah semakin mengebu-gebu. Aku merasakan ada suara lain yang terus menggema secara lembut namun kuat dalam batinku. Suara yang aku sendiri belum mengenalinya secara jelas tapi aku yakin inilah suara yang mengajakku untuk berjalan bersama-Nya dalam jalan panggilan.
Pada suatu hari Minggu ketika berada di gereja aku berdoa dalam hati, “Tuhan, aku mohon petunjuk-Mu”. Doaku singkat penuh dengan kepasrahan. Ketika misa dimulai, ternyata imam yang memimpin adalah Romo Vincent Betu, O.Carm. Dalam kotbahnya, ia bercerita tentang betapa sulitnya menjadi seorang misionaris di daerah minoritas. Di akhir kotbah, ia mengajak setiap keluarga katolik untuk menyerahkan anak-anaknya menjadi imam, biarawan/biarawati. Sontak saja aku terdiam dan bergumam dalam hati, “Tuhan, Engkau mau membawa saya ke sini lagi?” Ketika doa Aku Percaya dikumandangkan, tanpa sadar air mataku jatuh membasahi pipi. Aku merasa Tuhan telah menjawab doaku di tengah perasaan hatiku yang tidak sedang baik-baik saja. Dan aku yakin itulah jawaban doaku.
Sepulang dari gereja, aku memberanikan diri menyampaikan kepada mama. Mama sangat terkejut dengan keputusanku dan secara kebetulan pada saat yang sama, tanteku lewat di depan rumahku. Mama mengajak tanteku itu untuk berbincang sejenak dan menceritakan niatku untuk menjadi seorang suster, lalu mereka berusaha untuk mencuci otakku agar aku tidak jadi masuk biara dan tidak menjadi seorang biarawati. Segala macam argumen mereka sampaikan, namun tak satu pun yang menggoyahkan tekadku. Akhirnya mereka berdua pun menyerah. Ternyata tanteku mempunyai kenalan seorang suster yaitu Sr. Bertha, M.C. yang katanya dulu pernah bertugas di Wudu, Boawae.
Malam hari, aku bersama mama memulai pencarian biara. Aku mencari kembali kontak suster dari suatu kongregasi yang pernah bertukar kabar denganku. Selain itu kami juga mencari biara lain untuk dijadikan tambahan referensi. Mama membuka buku Ziarah Batin tahun 2017 yang biasanya di halaman belakang banyak brosur-brosur dari beberapa kongregasi. Kami menemukan tulisan Kongregasi Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus yang bertempat di Wudu. Akhirnya kami menentukan jadwal untuk mengunjungi biara-biara yang sudah kami pilih.
Seminggu kemudian, kami sekeluarga melakukan kunjungan. Biara pertama yang kami kunjungi adalah Biara Misionaris Claris di Wudu. Penyambutan yang hangat dan menggembirakan yang diberikan oleh para suster di biara ini sangat berkesan dan menggugah kami sekeluarga, dan membuat kami merasa nyaman dan gembira. Selanjutnya kami mengunjungi satu biara dari kongregasi lain di Ende. Sepanjang perjalanan aku merasa sangat kagum kepada para suster di Komunitas Wudu. Aku merasa ingin bergabung dengan kongregasi tersebut. Setelah tiba di biara yang kami tuju di Ende, kami hanya berbincang sebentar saja, lalu kembali ke rumah kami di Bajawa. Sesampainya di rumah, mama langsung mengambil keputusan bahwa biara yang disepakati adalah biara Misionaris Claris dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan.
Akhirnya, tanggal 27 Juli 2022 aku tiba di Biara MC dan hingga saat ini, sedang berproses sebagai aspiran. Terimakasih Tuhan atas rahmatMu bagiku sehingga aku dimampukan untuk mengambil keputusan penting dalam hidupku. Kuatkanlah aku selalu agar tetap kuat bergumul dengan diriku, sesama dan semakin mencintai Tuhan. Amin
Redemsin Srikandi (Candy), Aspiran Suster Misionaris Claris di Wudu