Surabaya, 20 Januari 2023
Dalam hidup religius, seperti juga dalam kompleksitas kehidupan dunia saat ini, dituntut adanya pengaturan perekonomian yang baik, jujur dan reliable, baik dari segi kelangsungan hidup kongregasi itu sendiri maupun juga dari karya-karya kerasulannya. Semua itu berarti menghayati kaul kemiskinan secara lebih luas, dan untuk itu dituntut adanya perubahan mental. Sebab, bagaimana mungkin bisa menghayati kemiskinan jika seseorang tidak peduli sama sekali akan aktivitas ekonomi di lingkungan tempat dia hidup? Pokoknya segala kebutuhan untuk hidup ada, dia tidak mau tahu dan merasa tidak perlu tahu tentang bagaimana pengaturan maupun sulitnya mengadministrasikan keuangan.
Memanfaatkan momen pertemuan para suster bendahara dari seluruh komunitas Suster Misionaris Claris yang ada di Indonesia, Sr. Rina Rosalina, M.C. sebagai Pemimpin Regional dan Sr. Andrea Venty, M.C. sebagai Bendahara Regional, mengundang juga para suster di komunitas Rumah Regional, Surabaya, untuk mengikuti pelatihan sehari tentang apa itu ekonomi, apa saja misi seorang ekonom atau bendahara, serta bagaimana mencatat, membuat laporan dan memper-tanggungjawab-kan harta milik kongregasi.
Karena tidak semua suster memiliki dasar ilmu ekonomi, maka Suster Rina memulai dengan penjelasan singkat dari istilah-istilah penting seperti aktiva, pasiva, modal, pemasukan, pengeluaran; hingga akuntansi, neraca, buku besar, laporan bulanan, laporan tahunan dan sebagainya.
Memang sebagai ilmu, ekonomi itu bagi sebagian orang sangat membosankan dan terkesan ‘kering’. Namun dalam hidup membiara, ekonomi adalah misi. Menjadi bendahara berarti melayani saudari-saudari dalam komunitas, kongregasi dan juga semua orang yang terlibat dalam kerasulan. Memberi wajah kasih yang manusiawi pada ekonomi adalah tantangan indah bagi para suster yang diberi kepercayaan untuk berkarya di bidang ini.
Ekonomi adalah sarana menghayati kaul kemiskinan secara lebih mendalam. Sebagai kaum religius yang telah memilih kemiskinan sebagai cara hidup seturut teladan Yesus sendiri, sedikit tahu tentang administrasi ekonomi membantu memahami, secara lebih nyata, bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh kongregasi, bukanlah milik pribadi. Segala sesuatu yang ada, digunakan, dibeli, habis dipakai, diterima, maupun diberikan harus diper-tanggungjawab-kan secara jujur dan penuh rasa syukur kepada Sang Penyelenggara Ilahi. Kemiskinan yang dihayati seorang religius seharusnya menjadi kesaksian tentang kekayaan dan kebaikan hati Allah, Sang Pemilik segalanya, Bapa yang menanamkan kekayaan dalam hati setiap manusia. Kesederhanaan, tahu menggunakan harta benda sebagaimana mestinya, serta kemauan untuk mencukupkan diri dengan yang esensial menjadi perwujudan dari kebebasan sejati anak-anak Allah.
Sr. Carla Nugroho, M.C.