Tidak terasa kita telah memasuki bulan September, bulan yang dikhususkan bagi kita umat Katolik Indonesia untuk mendalami sabda Allah yang ada di dalam Kitab Suci. Dalam hidup umat Katolik, Bulan September menjadi momen berharga untuk membaca Kitab Suci. Mengapa? Karena banyak orang katolik termasuk kita-kita ini yang rajin ke gereja, mengikuti perayaan Ekaristi, mendengar isi Kitab Suci, namun lalai dalam menjalankan isinya.
St Agustinus dari Hippo dan St. Anselmus dari Canterbury pernah mengatakan, “Fides Quarens Intellectum”, Iman harus sejalan dengan pengetahuan. Kitab Suci adalah sumber iman. Tanpa membaca Kitab Suci, iman menjadi sia-sia. Tiada kebenaran iman tanpa Kitab Suci. Iman tanpa didasari pengetahuan yang tepat ibarat berjalan dalam lorong yang gelap. Bagaimana saya menyebut diri saya beriman jika saya tidak membaca sumber iman? Kitab Suci menerangi umat beriman dalam menapaki kehidupan. Kitab Suci menunjukkan sikap umat beriman di masa lampau. Yesus Kristus sendiri hanya dapat dikenal dengan membaca Kitab Suci. Kitab Suci sudah membagikan gambaran Yesus Kristus yang sejati.
Kitab Suci Katolik selalu memiliki pesan kontekstual. Salah satu contoh pesan yang kontekstual yang berhubungan dengan pengalaman umat beriman pada zaman sekarang adalah pengalaman Bangsa Israel kala itu. Salah satu kisah yang kita temui ialah tentang penyembahan berhala. Mengapa Tuhan murka? Karena Bangsa Israel menyembah dewa-dewa, menduakan Allah. Dalam zaman milenial ini, penyembahan berhala juga masih terjadi. Manusia meng-‘kultus’-kan hal-hal yang bersifat sementara. Manusia mengutamakan harta. Padahal, harta hanyalah fana. Manusia mengagungkan dirinya sendiri. Padahal, hidup hanyalah sementara.
Bulan ini adalah bulan Kitab Suci Nasional. Kita diajak oleh Gereja agar membaca, merenungkan dan menerapkan kehendak Tuhan dalam Alkitab. Sebab barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci ia tidak mengenal Kristus dan kehendak Bapa-Nya. Tema Bulan Kitab Suci Nasional di tahun ini adalah TUHAN SUMBER HARAPAN BARU. Tema ini berangkat dari situasi covid yang pelan-pelan sudah mulai mereda dan menuntut kita untuk menata kembali hidup kita yang sebelumnya berantakan karena serangan virus ini. Sebagai orang beriman, kita tidak kehilangan harapan, sebab kita tahu bahwa Tuhan senantiasa berjalan bersama kita. Dia adalah sahabat seperjalanan kita. Dia menjadi harapan kita satu-satunya yang menuntun kita untuk membangun hidup iman yang sejati, memperjuangkan keadilan, saling menolong, dan berbelaskasihan.
Penting bagi kita untuk mendalami Kitab Suci di bulan September ini. Mengapa? Karena pewartaan yang kita laksanakan bertolak dari Sabda Allah yang kita peroleh dalam Kitab Suci. Dengan demikian, kita mau mengedepankan Tuhan. Mengedepankan Tuhan berarti menjadikan Tuhan sebagai arah dan tujuan dari tindakan kita setiap saat. Mengedepankan Tuhan juga berarti kita menghadirkan Kerajaan Allah di tengah-tengah kita.
Dalam Dei Verbum, para Bapa Konsili menganjurkan agar jalan masuk menuju Kitab Suci dibuka lebar untuk kaum beriman serta mengajak seluruh umat untuk tekun membaca kitab suci, baik Perjanjian Lama (PL), maupun Perjanjian Baru (PB). Oleh karena itu, mari kita membaca Kitab Suci. Kita sebagai orang yang sungguh beriman akan selalu membaca Kitab Suci untuk mengenal Tuhan. Kita yang sungguh Kristen ini akan berusaha mengenal Yesus Kristus lewat Kitab Suci. Setelah membaca Kitab Suci, kita diminta juga untuk merenungkan isinya. Tanpa refleksi, isi Kitab Suci menjadi hambar. Karena itu, sebaiknya kita menyediakan waktu untuk merenungkan isi Kitab Suci. Ibarat sebuah tanaman, merenungkan isi Kitab Suci merupakan proses atau tahap memupuk dan mengairi. Setelah itu, dari renungan menuju ke pengetahuan; dari pengetahuan menuju pemahaman; dari pemahaman menuju kebiasaan; Dari kebiasaan, menjadi penghayatan. Tanpa penghayatan, isi Kitab Suci akan menjadi sia-sia. Rasul Yakobus sendiri menyebutkan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Karena itu, isi Kitab Suci harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Mari jadikan Kitab Suci sebagai pedoman hidup kita.
Sr. Petronela Dhiu, M.C.