Pancasila… Kata ini tidak asing lagi di telinga kita. Sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, kita telah diajarkan dan menghafal rumusan Pancasila. Dalam sejarahnya, Pancasila memilik proses yang panjang sebelum akhirnya terbentuk rumusan seperti yang kita kenal sekarang ini.
Teks Pancasila adalah dari Rumusan Pembukaan UUD 1945
- Ketuhanan Yang Maha Esa;
- Kemanusiaan yang adil dan beradab;
- Persatuan Indonesia;
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengapa pilihan rumusan ini menjadi pilihan dasar negara kita? Padahal dalam sejarah perumusannya, ada banyak tokoh yang mengungkapkan ide untuk perumusan ini. Ada rumusan dari Mr. Muhammad Yamin, rumusan Dr. Supomo, rumusan Ir. Soekarno, rumusan Panitia Sembilan dan rumusan Pembukaan UUD 1945.
Sejak jaman dulu, masyarakat Indonesia sudah mencari dan percaya adanya Tuhan. Hanya saja pada waktu itu, mereka belum begitu mengerti siapa Tuhan dan di mana Tuhan berada. Maka mereka pergi ke pohon-pohon besar, ke sungai-sungai serta ke batu-batu yang dianggap keramat. Itu semua adalah perwujudan keyakinan mereka akan kepercayaan pada Sesuatu yang lebih besar dan lebih berkuasa dari mereka, pada sesuatu “Zat yang Mahakuasa”. Inilah bukti bahwa Bangsa Indonesia merupakan makhluk yang ber-Tuhan. Selain itu, merupakan kebiasaan bangsa kita dalam pertemuan-pertemuan penting sejak jaman dulu, dalam pengambilan keputusan maupun dalam voting, para pemimpin selalu mengawali dan mengakhiri dengan doa syukur yang ditujukan kepada Tuhan.
“Ketuhanan Yang Maha Esa” juga dimaksudkan sebagai kekuatan keyakinan bahwa kemerdekaan bangsa dan tanah air diperoleh atas rahmat karunia Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Soekarno megungkapan bahwa dimensi ketuhanan merupakan bagian yang penting dari suatu negara. Dan benar, akhirnya Ketuhanan Yang Maha Esa disepakati dan ditempatkan pada sila pertama. Sila pertama itu menerangi keempat sila yang lainnya. Sila pertama menjadi dasar Bangsa Indonesia berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjalin persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai dasar permusyawaratan yang adil dan beradab untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rahyat Indonesia. Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjadi sila pertama dalam Pancasila bukanlah berasal dari agama atau kepercayaan tertentu, melainkan berasal dari prinsip dan ajaran agama yang universal, karena semua agama dan kepercayaan tentu mengajarkan kebaikan yang merupakan nilai terpenting dari Ketuhanan.
Sila pertama dengan simbol bintang berwarna emas dengan lima sudut yang berada di tengah perisai Burung Garuda memiliki makna berikut ini:
- Bermakna cahaya seperti cahaya yang dipancarkan Tuhan Yang Maha Esa dan kemudian diyakini oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai masyarakat yang berguna
- Bintang dengan lima sudut melambangkan jumlah agama atau kepercayaan yang diakui di Indonesia (kala itu) yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha
- Warna hitam sebagai dasar menunjukan warna alam dan bermakna Indonesia berada di bawah lindungan dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Warna ini juga menggambarkan bahwa Tuhan merupakan sumber segalanya yang ada di bumi Indonesia Raya.
Binatang kuat, binatang rusa Lari kencang mengelilingi bumi Tuhan Mahakuat, Maha Esa Merupakan dasar dan tujuan bangsa kami
Sr. Andrea Venty Meidiyana MC