Pada hari ini, Gereja merayakan Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet. Kunjungan ini sungguh mendatangkan sukacita yang luar biasa, bahkan dalam diri Yohanes Pembaptis yang saat itu masih berada dalam kandungan (bdk. Luk. 1:41). Perjumpaan dua insan dalam Tuhan, yang melahirkan sukacita adalah kunjungan Iman yang bisa menginspirasi kita di jaman sekarang khususnya bagaimana mengungkapkan sukacita dengan cara sederhana.

Terngiang dalam ingatan saya akan sebuah pengalaman pribadi. Siapakah aku ini sehingga menerima kunjungan  Bapa Suci Yohanes Paulus II (Santo). Saat sedang menempuh studi di Castel Gandolfo, Italia, saya tidak pernah membayangkan akan berjumpa secara langsung dengan Bapa Suci Yohanes Paulus II.  Ketika Padre Gilioni, Direktur Colegio mengumumkan bahwa Bapa Suci akan datang dan mempersembahkan Ekaristi Minggu Misi, kami, para mahasiswa-mahasiswi melonjak kegirangan, dengan ekspresinya masing-masing menampakkan kegembiraan yang luar biasa, khususnya saya pribadi merasa gembira, bahagia sekaligus terpesona: siapakah aku ini sehingga boleh berjumpa dengan wakil Kristus? Ya, perjumpaan itu adalah perjumpaan yang membawa berkat istimewa. Perayaan Ekaristi dilaksanakan pukul 11.00 dengan lagu-lagu syahdu dalam Bahasa Spanyol, Italia dan Inggris. Setelah Ekaristi, diberkati Salib-salib Misi dan Rosario yang kemudian dibagikan kepada kami satu persatu (140 mahasiswa-mahasiswi). Syukur kepada Tuhan atas anugerah yang sungguh luar biasa. Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapa Suci.

Kemudian acara dilanjutkan dengan ramah-tamah dan makan siang bersama. Saat itu saya mendapat kesempatan sebagai tim pramusaji yang melayani Bapa Suci dan para tamu. Betapa bahagia hatiku menerima kehormatan yang tak bisa kulupakan dan tak mungkin bisa diulang lagi. Saya sangat terkesan akan kerendahan hati, kesederhanaan, serta sifat kebapaan dari Bapa Suci Yohanes Paulus II yang sekarang sudah menjadi Santo. Kunjungan itu ternyata membawa berkat dan sukacita bagi kedua belah pihak, baik yang mengunjungi maupun yang dikunjungi. Bapa Suci sangat senang karena bertemu dengan kami yang berasal dari Asia, Amerika Latin, Afrika (40 negara) yang tinggal di Colegio saat itu.

Demikian perjumpaan Bunda Maria dan Elisabet membawa sukacita bagi seluruh keluarga dan, Bunda Maria sendiri tidak membayangkan bahwa dalam kunjungan itu, ia akan mengalami suatu pengakuan spontan atas derajat hidup baru yang ia peroleh karena kerelaan menerima tawaran dari Allah melalui Malaikat Gabriel. Saat tiba di rumah Elisabet, ia disambut dengan sapaan “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Sapaan ini jelas mengagetkan Maria karena sebelumnya Maria tidak pernah sharing kepada Elisabet tentang pengalaman menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. Sapaan sekaligus pengakuan dari Elisabet itu, seakan membuat Maria bingung melukiskan suasana batinnya yang penuh dengan sukacita dan rasa syukur atas rahmat Allah yang menyertainya. Maria sesungguhnya memandang dirinya tidak pantas menerima karunia itu. Ini semua hanya karena Allah telah melihat keistimewaan Maria, sehingga ia dianggap pantas menjadi “Pintu Gerbang Keselamatan” yang melaluinya, Sang Juruselamat datang ke dunia ini. Maria telah meletakkan sikap syukur dalam menanggapi berbagai pengalaman rahmat dalam hidupnya.

Kita perlu belajar dari Bunda Maria yang begitu jujur dan polos melihat campur tangan Allah dalam hidupnya. Allah jelas tetap berkarya dalam hidup kita. Ia mengaruniakan banyak hal baik dan positif dalam hidup kita. Apakah kita bersukur atas semua yang kita alami dalam hidup ini?  

Tuhan Yesus, Maria, bunda-Mu senang bernyanyi memuji Allah dari dalam hatinya yang penuh kasih. Semoga aku Kauberi hati yang tulus untuk membagikan sukacita kepada siapa pun. Amin.

Sr. Chatarina Hartuti MC

Tambahkan Komentar Anda