K ata janji, bagi kita semua, bukanlah kata yang asing. Bahkan sejak kecil kita sudah biasa mendengar, membuat dan melakukannya. Kita sering memberi ‘iming-iming’ janji supaya anak kecil mau melakukan sesuatu, misalnya orang tua mendorong anak belajar dengan menjanjikan hadiah yang menarik jika mendapat hasil yang baik.
Pada jaman sekarang ini, kita hidup dibanjiri dengan janji: janji akan mendapat discount, janji mendapat bonus, janji mendapat hadiah jika melakukan pembelian, tabungan atau lain-lain. Rasanya kita tidak bisa hidup tanpa membuat dan melaksanakan janji. Dalam kancah politik, untuk mendapatkan dukungan suara, banyak obralan janji yang diberikan kandidat meski seringkali perwujudannya, yah… urusan belakang, yang penting bisa mendapat suara dengan janji yang muluk, menggiurkan bahkan terkadang membuat kita terbuai oleh janji itu sehingga bisa kehilangan nalar sehat.
Janji ini bukanlah buatan orang jaman sekarang. Dalam Kitab Suci, bisa kita lihat, betapa banyak janji yang diberikan Allah agar umat manusia tetap terpikat dan percaya pada-Nya. Dan setelah manusia pertama yang diciptakan-Nya diusir dari Taman Firdaus karena ketidaktaatan mereka, Allah sendiri berjanji bahwa akan mengutus Sang Penyelamat dari keturunan Daud. Gadis desa yang sederhana bernama Maria menjadi pemenuhan janji Allah.
Pada tanggal 12 desember 1930, sebuah janji diucapkan oleh Bunda Maria Guadalupe kepada seorang biarawati kontemplatif muda yang mengikrarkan kaul pertamanya dalam biara Ave Maria, Ordo Santa Clara. Bunda Maria berjanji kepada Suster Maria Ines Teresa:
Jika termasuk dalam rencana Tuhan mempergunakan dikau untuk karya-karya kerasulan, aku berjanji akan mendampingimu pada segala langkahmu dengan memberikan kepada bibirmu kata-kata yang menyadarkan hati orang-orang dan didalamnya rahmat yang mereka butuhkan. Aku berjanji pula, karena jasa-jasa Putraku, untuk memberikan kepada mereka semua, dengan siapa engkau mempunyai salah satu hubungan biarpun hanya secara rohani, rahmat pengudus dan ketetapan sampai akhir…
Dengan berjalannya waktu, janji ini menjadi kenyataan. Maka pada tahun 1945 berdirilah satu serikat dengan 2 cara hidup yaitu doa dan kerasulan yang dilebur menjadi satu, dimana satu sama lain saling mendukung dan melengkapi. Janji Bunda Maria itu tidak hanya dikhususkan pada Suster Maria Ines Teresa, melainkan seperti yang dikatakannya, rahmat pengudus itu juga diberikan kepada siapa saja yang memiliki hubungan meskipun secara rohani. Kita semua menjadi pewaris janji itu dan, Anda semua yang membaca tulisan ini juga termasuk dalam janji Bunda Maria.
Jika kita telah menerima janji itu, lalu apa yang akan kita lakukan? Jawaban apa yang dapat kita berikan kepada Bunda Maria? Inilah yang dapat kita lakukan, teristimewa dalam bulan Maria ini: memperkuat devosi kita kepadanya dengan berdoa Rosario setiap hari. Bagi yang belum berdevosi, marilah kita memulainya. Seorang ibu, seperti apapun kejamnya, tidak akan pernah melupakan anak-anaknya. Cinta telah membuat seorang ibu mempertaruhkan nyawa saat melahirkan anaknya, melupakan segala derita, kecemasan, kesakitan yang dialaminya dan dengan penuh sukacita menerima buah rahimnya dengan penuh cinta. Demikian pula yang dialami Bunda Maria, sebagai ibu. Kita semua, anak-anaknya, dilahirkannya dengan rasa sakit dan hati yang berdarah di bawah kaki Salib Putranya. Namun dengan cinta, Maria memelihara dan mendampingi setiap langkah kita dalam peziarahan hidup seperti yang telah dijanjikannya kepada Suster Maria Ines Teresa. Dan sekarang, bersama Beata Maria Ines Teresa dari Sakramen Mahakudus, marilah kita berseru setiap saat dengan seruan: Vamos Maria! Ayo Maria!
Sr. Rina Rosalina MC