Orig. AcacROM. Proc., Vol. IX, Doc. 497, ff. 1386-1388

Dokumen tanpa judul yang ditulis oleh Madre, kemungkinan untuk dipublikasikan dengan tujuan aksi panggilan. Judul itu kami berikan untuk mempermudah identifikasi, dengan mengambil kalimat awal dari tulisan ini.

Tanpa tanggal

Satu hari semakin dekat… satu hari semakin jauh… semakin jauh dari orang-orang yang dikasihi, semakin jauh dari tanah air yang dicintai… namun juga, semakin dekat dengan tujuannya, semakin dekat pada tanah air yang baru, semakin dekat dengan jiwa-jiwa terkasih yang menderita karena jauh dari pelukan Sang Gembala Baik…

Dia ingin menjadi seperti matahari yang dipandangnya, dan datang untuk menerangi kegelapan malam paganisme dengan segera dan yang kemudian melihat dirinya sendiri seperti setitik air yang hilang di tengah Samudra. Namun hal itu tidak membuatnya patah semangat, justru mendorong, menyemangatinya, sebab dia tahu bahwa semakin dia lemah, kemenangannya justru akan semakin besar.

Masa depannya? Itu tidak membuatnya cemas. Dia meletakkannya dalam Hati Kudus Yesus dan berpegang teguh pada tangan Bundanya yang tersuci. Dari menara pengawas yang tinggi itu, dia akan berjuang tanpa lelah untuk menyebarkan Kabar Baik, sebab telinganya mendengar kata-kata sang Rasul bangsa-bangsa, “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?” (Rm. 10:14-15). Kata-kata itu bergema di telinga hingga ke hatinya. Dan untuk menanggapi panggilan yang mendesak itu, dia berada di atas kapal yang akan membawanya ke tujuan itu.

Bumi matahari terbit, Jepang yang legendaris, di mana telah ada delapan saudarinya, delapan Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus yang telah membajak lahan agar benih injil disemaikan sehingga tumbuhlah gandum-gandum yang akan memenuhi lumbung Bapa…, dia adalah satu serdadu lagi yang akan berjuang untuk meluaskan Kerajaan Kristus di atas bumi… Senjata untuk menaklukkan bangsa Jepang yang dia gunakan bukanlah meriam, melainkan cinta kasih; bukan granat, melainkan kerendahan hati dan kesabaran; bukan bom atom yang menyebar kepanikan, menyebabkan kematian dan kehancuran, melainkan cinta Yesus yang besar, yang menyebarkan rasa tenang, hidup dan kemakmuran… Senjata mereka bukanlah peluru-peluru yang memenangkan perang tanpa menghilangkan kebencian, melainkan kebenaran kekal yang menghasilkan kedamaian dan menghancurkan dendam…

Namun, karena kita sudah membicarakan tentang perang, kita perlu bertanya, untuk apa memiliki sepasukan tentara terbaik di dunia jika tidak ada para pekerja yang membuat senjata? Para pekerja tidak turun ke medan pertempuran, tidak melewatkan berjam-jam berada di dalam lumpur maupun masuk ke dalam neraka medan peperangan di pinggir pantai… Namun mereka juga ikut berjuang dalam perang… Dari keahlian mereka bergantung sebagian besar kemenangan atau kegagalan dari operasi-operasi militer dalam perang…

Pahamkah kamu akan apa yang ingin aku tunjukkan, wahai pembaca yang terkasih? Kamu, baik kamu yang adalah pegawai, karyawan, pelajar, ibu rumah tangga… kamu adalah pekerja yang tinggal di tanah airmu… Kamu tidak harus berjuang dengan bahasa, kamu tidak akan terjun ke medan perang rohani… Namun daripadamu bergantung sebagian besar kemenangan atau kegagalan dari misionaris ini. Senjata yang akan kamu buat untuk pertempuran adalah doa, kurban, sedekah… Dengan semua itu kamu akan melengkapi para misionaris, dan kemenangan mereka adalah kemenanganmu juga. Jiwa-jiwa yang mereka menangkan, juga akan menjadi kemenanganmu…

Majulah misionaris yang tinggal tetap di tanah airmu. Jangan meninggalkan saudari-saudarimu yang bertempur di garis depan…

María Inés Teresa Arias

Privada de la Selva no. 13

Cuernavaca, Morelos, Meksiko

Tambahkan Komentar Anda