Bulan Mei merupakan bulan istimewa bagi umat katolik, bulan dimana umat secara khusus berdoa rosario, doa yang sangat disenangi Bunda Maria.
Ada satu anekdot kecil. Satu keluarga, yang sungguh mencintai Bunda Maria, setiap pagi membangunkan anak-anaknya dengan lagu-lagu Maria, setiap malam berdoa rosario bersama, tidak hanya pada bulan Mei dan Oktober. Kebiasaan baik ini tertanam juga dalam kehidupan harian anak-anaknya bahkan hingga cucu-cucu pun mengikuti kebiasaan indah ini. Ada juga keluarga yang secara khusus membuat gua Maria di rumah dan setiap hari berdoa rosario bersama. Apa artinya semuanya ini? Itulah tanda cinta mereka kepada Bunda Maria, memberikan posisi kepada Bunda Maria dalam keluarga, supaya menjadi teladan “belas kasih”.
Betapa belas kasih mulai memudar ketika melihat kenyataan orang tua memukul, menendang, melukai anaknya yang berusia 2 tahun. Belas kasih memudar ketika banyak orang tua yang mengabaikan kebutuhan dasar anak-anaknya, yakni kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang, lebih dari kebutuhan materi. Belas kasih memudar ketika anggota keluarga saling curiga. Belas kasih memudar ketika banyak komunitas mulai merasa tidak membutuhkan orang lain. Saat ini kita diajak untuk membangkitkan kembali semangat belas kasih yang sudah diteladankan oleh Bunda Maria, Bunda yang berbelas kasih.
Kasih itu tidak bisa lepas dari apa yang kita sebut sebagai ‘kehadiran’. Dengan kata lain, ketika kita mengatakan, “Saya mengasihi kamu”, kepada seseorang, maka pada saat yang sama kita siap untuk hadir dalam kehidupan orang itu; baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan gembira. Jangan sekali-kali mengatakan “Saya mengasihi kamu” kalau dalam kenyataannya kita tidak mampu hadir dalam hidup orang lain.
Bunda Maria Bunda berbelas kasih, bukan hanya hadir menemani Yesus, Bunda Maria juga setia berada bersama Yesus, mulai dari FIATnya, saat kelahiran Yesus di kandang Betlehem, hingga di kaki palang penghinaan di Golgota. Itu semua dilakukannya oleh karena Bunda Maria sungguh mengasihi Yesus, Putranya itu.
Maka, dari apa yang dilakukan oleh Bunda Maria ini, kita dapat menarik hal penting bahwa kasih itu juga tidak bisa kita pisahkan begitu saja dengan kesetiaan. Jangan berkata “Saya mengasihi kamu” jika kita sendiri tidak mampu untuk setia. Jangan berkata mengasihi kalau hanya pada saat gembira, bahagia saja. Waktu ada masalah, pergi.
Bunda Maria adalah contoh orang yang kuat. Kerasnya tantangan di depan mata tidak membuatnya pergi. Demi cintanya pada Sang Putra, dia pantang menyerah. Berbeda dengan kita. Kita mudah sekali mundur. Ditolak satu kali langsung menyerah; atau ditantang sedikit langsung menghilang atau pergi. Kita mesti belajar banyak dari Bunda Maria.
Bayangkan, ketika para murid lari pontang-panting meninggalkan Yesus karena ketakutan, Bunda Maria memilih untuk bertahan. Ia tidak takut. Ia tidak lari. Ia hadir untuk menemani Putranya, ia setia mendampingi Yesus. Ia tahu bahwa resikonya besar, tapi ia berani menerima resiko. Bagaimana dengan kita? Kita kadang takut duluan. Belum memulai sudah takut salah dan takut gagal. Padahal, mencoba saja tidak. Mau sukses tapi takut memulai, takut adanya perubahan.
Bunda Maria Bunda berbelas kasih jangan biarkan kami berjuang sendirian, doakan kami dan sertailah kami.
Ingatlah, O Maria Perawan yang terbaik, belum pernah terdengar seseorang yang berlindung kepadamu, memohon bantuanmu, dan meminta perantaraanmu, kautinggalkan saja. Terkuatkan demi kepercayaan itu aku datang kepadamu, dengan keluh kesah, aku orang berdosa menghadapi engkau, Bunda Sabda Kekal. Janganlah engkau mengabaikan permohonan-permohonanku, tetapi dengarkanlah dan kabulkanlah. Amin.
Selamat memasuki Bulan Maria.
Sr. Benedicta Suhananti MC