Masih jelas dalam ingatan, sejak saya masih duduk di Taman Kanak-Kanak, setiap malam mama selalu mengajak kami, anak-anak terutama dengan kakak, untuk berdoa malam dan, doa yang diajarkan adalah “Ingatlah Oh, Maria“ (Memorare). Selama berdoa itu, kami selalu diajar untuk berlutut.

Satu malam, mungkin saat itu kakak lagi malas, dia duduk dan agak protes ketika diajak berdoa. Serta merta mama marah dan minta supaya dia berlutut dan serius berdoa.

Dalam keluarga saya, kehidupan doa dan perayaan Ekaristi mendapat tempat yang utama, dimulai dengan mengikuti Misa harian, yang dijalani oleh bapak dan mama dengan setia. Kami, anak-anak, secara bergilir menemani mereka ke gereja setiap hari. Sedangkan pada hari Minggu, kami semua, tanpa kecuali,  harus pergi ke gereja. 

Ada satu pengalaman ketika saya SD, saya tidak pergi ke gereja karena main ke rumah teman lalu sengaja tidak pergi ke gereja. Ketika akhirnya saya pulang, bapak sudah menunggu dan menanyakan mengapa tidak pergi Misa hari Minggu. Tentu saya mendapat sangsi dari bapak dan itu menjadi  pengalaman berharga bagi saya, betapa bapak dan mama berusaha mengajarkan agar Misa Kudus dan hidup doa menjadi bagian yang penting dalam hidup setiap anak mereka. Bapak dan mama juga mempunyai perhatian yang khusus terhadap panggilan. Mereka selalu mendoakan agar Gereja tidak pernah kekurangan panggilan-panggilan imam dan biarawan-biarawati. Buahnya, bapak dan mama mempersembahkan tiga orang di antara kami, sebelas kakak beradik, untuk melayani Gereja sebagai imam dan biarawati.

Benih cinta terhadap hidup doa dan rasa hormat kepada Tuhan ditanamkan dan tumbuh karena teladan yang saya lihat dari kedua orangtua. Sukacita yang saya rasakan saat berdoa menjadi motivasi saya masuk biara, karena saya ingin terus berada bersama Tuhan dan mencintai-Nya. 

Setelah menjadi biarawati, saya semakin menyadari betapa pentingnya memiliki relasi yang erat dan mendalam dengan Tuhan melalui Misa Kudus dan hidup doa, serta sikap yang baik dan sopan ketika berada bersama-Nya. Ada juga rasa bangga dan terharu ketika saya mengetahui bahwa ternyata dalam komunitas-komunitas Suster Misionaris Claris dari Sakramen Mahakudus di seluruh dunia, ‘Ingatlah Oh, Maria’ selalu didoakan setiap hari. 

Sejak awal hidup membiara, para suster mengajar saya dengan latihan-latihan hidup doa dan berbagai devosi yang penuh semangat. Untuk itu, diperlukan persiapan diri yang pantas,  baik ketika berdoa bersama komunitas maupun secara pribadi. Saya juga belajar untuk menyiapkan latihan rohani, rekoleksi, retret dan doa dengan baik, agar orang-orang yang saya layani dan tentunya diri saya sendiri, memperoleh makna dan merasakan buah-buahnya dan, saat-saat berdoa itu tidak berlalu begitu saja. 

Kemudian dalam keseharian di biara, perayaan Ekaristi dan hidup doa adalah kekuatan serta sumber inspirasi yang pertama dan utama. Doa menjadi awal, nuansa dan penutup semua kegiatan sehari-hari saya. Nuansa, karena doa dapat saya daraskan dalam hati meski saat berada di tengah-tengah kesibukan, dengan bersyukur atas kebaikan Tuhan dan kasih persaudaraan yang saya rasakan dari sesama saudara dan orang-orang yang ada di sekitar saya. Semua ini terbukti telah menjadi penopang hidup saya selama 40 tahun membaktikan diri sebagai biarawati. 

Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan jika kita mencintai Dia tanpa ukuran. Tuhan pasti memberkati langkah-langkah yang diambil dengan setia dalam menapaki hidup panggilan. Tuhan pasti membalas setiap doa dan kurban yang kita haturkan sepanjang persembahan hidup dan karya kita, dalam perutusan apa pun yang Dia percayakan kepada kita masing-masing. 

 

Suster Wigbertha Gapi MC

1 Comment

  • Posted March 24, 2022 9:11 am
    by
    anna maria

    Selalu berserah dalam Doa
    Menjadi kuat juga karena doa

Tambahkan Komentar Anda